Tarian Adat Gorontalo – Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Biru. Selamat pagi, siang, sore, malam, dimanapun Sahabat Biru berada semoga dalam keadaan sehat selalu.
Gorontalo merupakan provinsi yang berada di Pulau Sulawesi dan bisa disebut provinsi baru. Gorontalo terbentuk sejak 22 Desember tahun 2000 yang lalu. Daerah ini tetap kaya dengan beragam budaya yang sangat menarik untuk diketahui, walau termasuk ke dalam provinsi yang baru.
Salah satu budaya yang sangat unik dari masyarakat Gorontalo adalah tariannya yang akan saya bahas berikut ini.
Tari Dana Dana
Tarian ini termasuk jenis tarian pergaulan masyarakat yang biasanya ditampilkan olehpria maupun wanita. Tarian tradisional satu ini merupakan tarian masyarakat Gorontalo yang sangat kental dengan unsur Islamnya. Namanya adalah Tari Dana Dana.
Terlihat dari gerakan penari dan pengiringnya, tarian ini juga merupakan perpaduan budaya Islam dan budaya masyarakat setempat. Tari Dana Dana menjadi salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Gorontalo. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan, perayaan hari besar dan lain-lainnya.
Seperti tarian dari Acehr, Tari Dana Dana mulai dikenal oleh masyarakat seiring dengan masuknya pengaruh Agama Islam di Gorontalo. Pada awalnya, Tari Dana Dana digunakan oleh para ulama sebagai media penyebaran dakwah Islam.
Tarian Dana Dana juga ditampilkan pada saat pesta pernikahan Sultan Amay dan Putri Owotango. Mulai dari situlah Tari Dana Dana mulai dikenal oleh masyarakat Gorontalo.
Tarian ini dulu dibawakan oleh penari pria saja. Tidak seperti sekarang yang ditarikan oleh pria dan wanita. Peraturan islam yang melarang pria dan wanita bersentuhan yang bukan mahram diubah sedikit peraturannya.
“Ingat Umat Islam Dilarang Bersentuhan dengan Lawan Jenis yang Bukan Mahram“
Seiring dengan perkembangan zaman, Tari Dana Dana terus dikembangkan. Salah satunya perkembangannya adalah dengan menampilkan kembali para penari wanita dalam tarian ini. Namun gerakan, formasi, dan busana mereka tetap disesuaikan dengan syariat Islam yang berlaku agar tidak terjadi pertentangan.
Tari Dana Dana ini biasanya ditampilkan untuk memeriahkan acara penyambutan maupun perayaan hari besar di Provinsi Gorontalo. Menurut fungsinya, Tari Dana Dana lebih dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur dan bahagia. Dari gerakan penarinya, tarian ini bisa dimaknai sebagai tarian pergaulan masyarakat.
Dalam pertunjukan Tari Dana Dana terbagi menjadi dua jenis tarian yaitu Tari Dana Dana modern dan Tari Dana Dana klasik. Pertunjukan Tari Dana Dana klasik biasanya lebih mengacu pada Tari Dana Dana pada zaman dahulu, yaitu Tari Dana Dana yang ditarikan oleh penari pria saja.
Untuk Tari Dana Dana modern merupakan tarian yang sudah dimodifikasi. Tarian ini dimodifikasi mulai dari segi gerak, kostum, formasi dan jumlah penarinya. Tari Dana Dana modern ini juga mmasukan penari wanita di dalamnya. Walaupun sudah dimodifikasi Tari Dana Dana modern tetap terjaga keasliannya.
Tari Saronde
Tarian ini diangkat dari tradisi masyarakat Gorontalo pada saat malam pertunangan dalam rangkaian upacara perkawinan adat mereka. Tarian ini biasanya beranggotakan para penari pria dan penari wanita yang menari dengan gerakan yang khas.
Tari Saronde merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Provinsi Gorontalo. selain menjadi bagian dari acara pernikahan adat, Tari Saronde juga sering ditampilkan dalam acara seperti pertunjukan seni, penyambutan, dan festival budaya.
Tari Saronde merupakan tarian yang terinspirasi dari tradisi pernikahan adat masyarakat Gorontalo. Dalam tradisi Gorontalo pada zaman dahulu, tarian ini dijadikan sebagai sarana Molihe Huali yaitu tradisi menengok atau mengintip calon istri.
Pada zaman dulu masayarakat Gorontalo belum mengenal yang namanya pacaran. Tidak seperti sekarang yang kebanyak melakukan pacaran untuk saling mengenal lawan jenis. Jadi hubungan mereka masih dipegang oleh orang tua mereka.
Tarian ini biasanya dilakukan oleh mempelai pria dan didampingi oleh orang tua atau wali di hadapan mempelai wanita. Ketika menari, mempelai pria bisa melihat ke arah mempelai wanita untuk mengetahui seperti apa calon pendamping hidupnya.
Sedangkan mempelai wanita yang berada di dalam ruangan akan memperlihatkan sedikit dirinya agar mempelai pria tahu bawa dia diperhatikan.
Di masa sekarang ini, prosesi Tari Saronde juga masih tetap dipertahankan dalam susunan pernikahan adat mereka. Mereka tidak bisa semerta-merta meninggalkan unsur tradisi di dalam tarian itu.
Selain dijadikan sebagai bagian dari prosesi adat, tarian saronde kini juga sering dijadikan sebagai tari pertunjukan yang sering dipertontonkan. Bagi masyarakat Gorontalo tentu tarian ini memiliki makna khusus, salah satunya adalah sebagai sarana Molihe Huali atau menengok calon istri.
Tapi, dilihat dari gerakannya Tari Saronde ini termasuk tarian yang bersifat pergaulan yang menggambarkan ungkapan kebahagiaan dan keceriaan. Jumlah penari biasanya terdiri dari 3-6 pasang penari pria dan wanita. Dalam pertunjukannya, penari menari dengan lincah sambil memainkan selendangnya.
Gerakan tarian ini lebih banyak menggunaka ayunan tangan dan kaki ke arah depan. Penari pun memainkan selendangnya sambil berputar-putar. Formasi penari sering bargantian posisi seakan memperlihatkan kecerian.
Tari Langga
Tari Langga merupakan salah satu tarian adat beladiri asal Gorontalo. Gerakan dalam tarian Langga ini diperkaya dengan budaya gerak yang berkaitan dengan upacara adat.
Tarian ini pun memperlihatkan beberapa aktivitas sehari hari seperti memanjat pohon kelapa, berkebun, menyabrang sungai dan lain sebagainya. Sesuatu khas dari tarian ini juga memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda beda untuk setiap wilayah Gorontalo.
Didasari dari beladiri, selain sebagai tarian, tari langga juga menjadi olahraga tradisional masyarakat Gorontalo. Gereakan yang diperlihatkan yakni adu ketangkasan untuk mengunci atau membuka kuncian yang disebut dengan walama.
Simbol dan makna tari Langga banyak terdapat pada unsur pendukung yang ada di dalamnya antara lain iringan, gerak, tempat dan rias busana.
Tari Tidi Lo Tihu’o
Tidi dalam bahasa setempat memiliki arti tari. Kata tidi hanya menguatkan klasik tariannya. Dari busana, gerakan tari, formasi tari, dan alat tari, semuanya bernilai moral sehingga tarian ini tidak dibenarkan direkayasa. Mengubah busana, gerakan dan formasi berarti merubah makna.
Tidi lahir sejak zaman pemerintahan Raja Eyato pada 1672, ketika syiar agama Islam menguat di Kerajaan Gorontalo.
Tihu’o artinya rantai yang terangkai dari manik-manik dengan warna adat liango (tila batayila), yaitu warna kuning, merah, hijau dan ungu.
Dalam Tidi Lo Tihu’o ini, penari biasanya berasal dari puteri bangsawan, wali-wali dan mowali. Busana adat yang dikenakan adalah bili’u serta pernak pernik berwarna perak dan emas yang terpasang dibaju.
Makna busana, gerakan, formasi, dan tetabuhan rebana, disesuaikan dengan nilai agama Islam (syari’at) dan nilai moral serta nilai didik. Sehingga makna busana adat dan semua atribut serta aksesorisnya harus melambangkan lima keterikatan yaitu:
- keterikatan dalam menjalankan syari’at Islam
- keterikatan sebagai ratu rumah tangga
- keterikatan dalam menjalin kekerabatan antar keluarga, tetangga dan masyarakat
- keterikatan dalam pergaulan sehari-hari
- keterikatan dalam menjalankan hak dan kewajiban dalam struktur rumah tangga sesuai adat dan syara’ menuju jumah tangga sakinah mawaddah warrahmah.
