Adat Istiadat Suku Dayak – Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Biru. Selamat pagi, siang, sore, malam, dimanapun Sahabat Biru berada semoga dalam keadaan sehat selalu.
Membahas budaya Indonesia ini tidak akan ada habisnya. Negeri yang terbentang dari Sabang sampai Marauke ini memiliki banyak sekali suku bangsa. Mereka memilki adat istiadatnya tersendiri.
Salah satunya dalah Pulau Kalimantan, dimana Suku Dayak berada. Suku Dayak ini memilki beberapa adat istiadat yang unik dan menarik untuk diketahui.
Asal-Usul Suku Dayak

Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang dimiliki oleh Indonesia. Sebenarnya pulau ini tidak hanya merupakan “daerah asal” orang Dayak semata karena di sana ada orang Banjar dan orang Melayu.
Dayak atau Dyak adalah nama penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan, yang diberikan kepada penduduk pesisir pulau Borneo.
Suku dayak adalah salah satu suku asli Kalimantan yang sangat terkenal karena keunikan budayanya. Bukan hanya di Indonesia, Suku dayak terkenal hingga ke manca Negara.
Suku dayak dikenal sebagai suku yang memiliki warisan magis yang cukup kuat. Ilmu-ilmu spiritual menjadi simbol khas adat suku yang mendiami pedalaman tanah Borneo ini. Namun terlepas dari kenyataan tersebut, ternyata masih banyak orang yang belum mengetahui tentang asal-usul Suku Dayak di masa lalu.
Dilihat dari sejarahnya, sebetulnya Suku Dayak pernah mendirikan sebuah kerajaan bernama kerajaan dayak Nagsarunai. Akan tetapi, kerjaan ini tidak bertahan lama, ia digembur dan dihancurkan oleh kerajaan majapahit yang saat itu tengah gencar melakukan ekspansi wilayah.
Sejarah dan asal-usul Suku Dayak juga dipengaruhi oleh budaya dari suku bangsa lain yang masuk ke wilayah Kalimantan.
Suku Dayak ini memiliki beberapa adat istiadat atau upacara-upacara yang unik. Berikut beberapa adat istiadat Suku Dayak.
Nebe’e Rau

Upacara Nebe’e Rau/ Tanam Padi ini merupakan upacara tahunan yang harus diadakan. Upacara ini adalah bentuk rasa syukur masyarakat Dayak atas ladang mereka yang hasil panennya sangat berlimpah.
Tidak heran jika upacara ini dilangsungkan selama satu bulan, disitu banyak sekali adat-adat Dayak yang dilakukan. Diawali dari memberi makanan sang raja kampung yang disebut To’q untuk menjaga kampung agar selalu terjaga dari kejahatan.
Dalam upacara Adat Nebe’e Rau ini ada acara yang namanya Lali Uga’l. Lali Uga’l ini akan terdapat beberapa tarian-tarian yang sifatnya sakral, dari tarian Hudo’q Apa’h dan Tarian Henda’q Uling.
Tarian tersebut hanya boleh ditampilkan didalam Lali Uga’l saja, karena Tarian ini merupakan cerita dimasa lalu sebagai pengusir hama. Dari bentuk dan besarnya akan sangat membantu masyarakat Dayak dalam menjaga ladang dan hasil tanaman mereka.
Erau

Erau adalah sebuah tradisi budaya Indonesia suku Dayak yang dilaksanakan setiap tahun yang berpusat di kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Erau berasal dari bahasa Kutai, ”Eroh” yang artinya ramai, riuh, ribut, atau suasana yang penuh suka cita.
Suasana yang ramai, riuh rendah suara tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.
Kegiatan ini pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berumur 5 tahun.
Selain sebagai upacara penobatan raja, kegiatan ini juga untuk pemberian gelar dari raja untuk tokoh yang berjasa. Setelah berakhirnya kesultanan Kutai pada tahun 1960, tradisi Erau tetap dilaksanakan sebagai pesta rakyat untuk melestarikan tradisi Kutai.
Acara ini sering diadakan setiap tahun untuk memperingati hari jadi kota Tenggarong. Erau untuk pelestarian budaya baru diadakan tahun 1971 atas inisiatif dari Bupati Kutai saat itu, Drs.H.Achmad Dahlan.
Erau terakhir yang diperingati menurut tata cara kesultanan dilaksanakan pada tahun 1965. Pada saat itu diadakan upacara pengangkatan putra mahkota kesultanan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat.
Ngerangka’u

Upacara Ngerangka’u/ Kematian ini bagi masyarakat Dayak Tunjung begitu sakral. Mereka meyakini upacara ini bentuk dari kekeluargaan mereka untuk memberikan kenyamanan kepada Almarhum/ mah ketika berada di sisi Tuhan.
Umumya upacara Ngerangka’u ini dibuat setelah 40 hari setelah kematian.
Upacara Tariu

Pengertianya Adat Tariu atau dalam hal menghadapi suatu peperangan jaman dahulu dikenal dengan istilah “Ngayau”.
Bagi Suku Dayak hal tersebut tidak hanya berlaku pada jaman dahulu, tetapi hingga masa sekarang pun bilamana terjadi konflik, maka Adat Tariu masih dianggap bisa untuk dilaksanakan.
Upacara Adat Tariu Ngayau biasanya dilakukan di pantulak/pasugun keramat, baik di tiap-tiap kampung, maupun di suatu Binua.
Adapun tahapan-tahapan dari prosesi Adat Tariu Ngayau sebagai berikut:
- Mengamati kejadian yang sedang dan akan terjadi.
- Realisasi(Pelaksanaan)
- Tempat Pelaksanaan
- Tujuan Adat Tariu Ngayau
- Sarana Sesajian
Upacara adat akan dan tetap dilaksanakan bilamana situasi telah dianggap gawat, misalnya pihak lawan/musuh betul-betul telah mengancam keselamatan orang banyak.
Adat Tariu Ngayau sangat perlu dilakukan dengan tujuan memanggil roh-roh halus/orang sakti agar segera memberikan bantuan untuk menghadapi musuh/lawan.
Upacara Manajah

Suku Dayak akan melakukan Upacara Manajah Antang ketika mereka dalam menghadapi peperangan . Melalui upacara ini, mereka akan mencari petunjuk mengenai keberadaan musuhnya yang selama ini sulit ditemukan.
Dalam upacara ini, mereka juga memanggil roh para leluhur melalui burung Antang, yang kemudian akan memberitahukan dimana musuhnya berada. Selain mecari musuh, upacara Manajah Antang ini juga bisa digunakan untuk mencari petunjuk lain.
Ngehawa’k

Upacara Ngehawa’k ini merupakan upacara umum yang sering dilakukan jika ada masyarakat Dayak yang hendak menikah.
Disini akan banyak benda-benda Adat yang ditampilkan, tergantung dari keturunan sang mempelai. Jika mempelai wanita keturunan bangsawan maka mempelai pria wajib menyediakan sesuai dengan permintaan dari wanita.
Akan ada hukum adat jika setelah upacara Ngehawa’k ini terjadi perceraian. Pasangan tersebut akan melewati hukum adat, mulai dari denda benda adat maupun hukum adat itu sendiri.
Hukum dan denda ini tidak lah ringa, Karena sama saja dengan melanggar adat istiadat Suku dayak.
Dahau

Upacara Dahau adalah upacara pemberian nama Anak dari keturunan bangsawan, orang yang terpandang dikampung, ataupun yang mampu membuat upacara ini.
Upacara Dahau ini dibuat besar-besaran dan undangannya dari berbagai tempat yang didiami Dayak. Upacara Dahau ini berlangsung selama satu bulan penuh. Semua kegiatan yang berlangsung akan banyak ritual-ritual adat yang dibuat selama upacara Dahau ini berlangsung.
Ngugu Tahun

Upacara ini adalah upacara sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta yang selama ini memberikan kehidupan. Upacara ini juga bisa sebagai simbol bayaran atas kesembuhan salah satu anggota keluarga yang tangah jatuh sakit.
Acara ini dimulai dengan alunan musik khas masyarakat dayak. Lalu dilanjutkan dengan prosesi penyembuhan yang dilakukan oleh pawing untuk mengusir penyakit dan tolak bala juga untuk menyuburkan lahan pertanian.
Ditengah-tengah lapang juga terdapat sebuah patung yang terbuat dari bahan kayu ulin. Patung dipahat berbentuk manusia serta dihiasi dengan ukir-ukiran lain yang sesuai dengan selera dan keahlian sipemahatnya.
Patung tersebut hanya berfungsi sebagai tempat mengikat hewan kerbau yang akan dikorbankan. Tidak seperti di upacara adat Sumbar, yang dimana kerbau dijadikan sebagai hewan pacu, di upacara ini kerbau akan dikorbankan.
Kerbau tadi dibunuh sedikit demi sedikit dengan mempergunakan senjata tombak yang kemudian barulah ditamatkan riwayatnya dengan cara disembelih.
Maksud penyembelihan kerbau ini, menurut kepercayaan suku Dayak, diantaranya adalah sebagai bayaran untuk kesehatan yang telah didapatnya.